Nelayan Tahuna
Udara sejuk berhembus lembut, butiran hujan gerimis sisa hujan semalaman terus membasahi Tahuna. Jalanan masih terlihat lengang, pagi ini tidak banyak aktivitas warga di kota yang merupakan ibu kota Kabupaten Kepulauan Sangihe Provinsi Sulawesi Utara ini.
Dari kejauhan, terlihat satu kapal mini purse seine mulai bersauh di pinggir pantai yang tidak memiliki dermaga. Meskipun ikan belum didaratkan, beberapa pedagang ikan sudah mulai menawar harga ikan kepada pemilik kapal diatas beton dinding pantai.
Keterbatasan sarana dan transportasi membuat Tahuna begitu lambat berkembang dibanding banyak kota di Sulawesi Utara. Pada hal dua abad yang lalu, Tahuna termasuk daerah yang relative maju. Kolonial Belanda menjadikan Tahuna sebagai pusat perdagangan di Indonesia Timur, terutama untuk menampung komoditas kopra dari pulau-pulau kecil di Kepulauan Sangihe dan Talaud.
Ketiadaan dermaga membuat nelayan Tahuna tidak dapat langsung mendaratkan ikan di pantai. Menggunakan bantuan rakit satu-satu kerajang yang berisi ikan pelagis kecil diangkut oleh awak kapal ke darat.
Tidak banyak bangunan Belanda yang masih ditemukan di Tahuna. Salah satu yang tersisa adalah mercusuar atau dikenal dengan Tugu Malahasa yang beridiri kokoh di jantung kota Tahuna.