Pada akhir Bulan Mei yang lalu, berkesempatan secara daring menyimak pararan Asosiasi Perikanan Pole and Line dan Hand Line Indonesia (AP2HI) pada Indonesia Tuna Conference 2023. Salah satu bahasan yang disampaikan AP2HI adalah upaya mereka untuk mendapatkan Sertifikat Marine Steward Council (MSC) pada tahun 2021 yang lalu. Tujuaanya untuk membuka akses pasar tuna Indonesia yang lebih luas dan diterima secara global dan bersaing dengan negara lain .
Sertifikat MSC yang berlaku sampai dengan tahun 2026 untuk jenis cakalang dan tuna sirip kuning. Alat tangkap yang digunakan cukup selektif yakni pole and line (huhate) dan hand line yang beroperasi di sebagian besar perairan Indonesia Timur pada Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 713,714,715 dan 716 .
Selain pemberian serifikat atau label, beberapa organisasi industri perikanan juga meng-klaim bahwa anggota mereka telah memenuhi standar pengelolaan perikanan berkelanjutan. Salah satunya adalah International Seafood Sustainability Foundation (ISSF) yang anggotanya memiliki kapasitas 75 % industri tuna kaleng global. Saat ini lebih dari 41 ribu produk perikanan telah bersertifikat MSC yang dipasarkan pada 113 negara serta terdapat 108 Perusahaan berkomitmen untuk produk bersertifikat MSC. Setidaknya konsumen mengeluarkan US$ 8 Miliar atau setara Rp. 122 Triliun untuk membeli produk perikanan bersertifikat MSC. Tentunya suatu peluang ekonomi yang besar harus dapat kita manfaatkan dengan baik .