Ketika wabah Covid 19 mulai merebak dari pasar ikan Wuhon Tiongkok pada akhir tahun 2019, produk perikanan laut seolah dianggap sumber penyebaran virus ini. Akibatnya terjadi penurunan permintaan produk perikanan laut, bukan hanya di Tiongkok namun juga dibanyak negara.

Dugaan produk perikanan laut sebagai media pembawa virus terus belanjut. Pertengahan Juni 2020, Pemerintah Tiongkok mengindikasikan telah terjadi penyebaran virus Covid 19 di pasar induk Xifandi di pinggiran Beijing dari salmon impor dari Norwegia. Meskipun akhirnya kedua negara sepakat bahwa salmon Norwegia tidak membawa virus covid 19, dan ekspor ikan salmon ke Tiongkok tetap dilanjutkan.

Hingga saat ini tidak ada bukti perikanan laut dapat terinfeksi virus Covid 19 dan menjadi media penyebaran ke manusia. Namun virus Covid 19 dapat saja menempel pada kemasan produk perikanan yang kebetulan di tangani oleh pekerja yang terinfeksi Covid 19.

Pada awal Juli 2020, Beacukai Tiongkok di Kota Dahlian menemukan virus covid 19 pada paket udang beku yang diimpor dari Ekuador. Temuan serupa juga terjadi di awal Agustus 2020 di kota yang sama, namun tidak menyebutkan sumber negara asal produk perikanan tersebut.

Berdasarkan publikasi Asia Fisheries Science pada pertengan April 2020 bahwa virus SARS-CoV-2 merupakan family Coronaviridae dari Genus Betacoronavirus hanya menginfeksi hewan mamalia. 

Produk perikanan laut memang bukan media penyebaran virus Covid 19, namun Pandemi Covid 19 telah memberikan dampak terganggunya sistem rantai perikanan secara keseluruhan.

Proses Pendaratan Tuna Segar di PPS Bitung
Aktivitas Pendaratan Tuna Sesuai dengan Protokol Kesehatan Untuk Mencegah Penyebaran Pandemi Covid 19
Tidak Ada Bukti Bahwa Produk Perikanan Sebagai Media Perantara Covid 19, Penularan Dapat Berasal dari Hewan Mamalia dan Manusia
Protokol Kesehatan Mencegah Penyebaran Covid 19 telah menjadi standar baru penanganan ikan di Pelabuhan Perikanan
Setiap Pelaku Usaha Perikanan di Pelabuhan Perikanan Wajib Memenuhi Protokol Kesehatan untuk Mencegah Penyebaran Covid 19

Dampak Pandemi Covid 19 Pada Tingkat Produsen

Berdasarkan data Global Fishing Watch, terjadi penurunan aktivitas penangkapan ikan di laut sebesar 6 % pada April 2020 dibanding periode yang sama pada tahun 2019 (Clavelle, 2020).

Keterbatasan input produksi, seperti suplai es, bahan bakar minyak, dan ketersediaan umpan membuat usaha penangkapan ikan menjadi sulit. Di beberapa negara telah terjadi penurunan produksi dan pemutusan hubungan kerja bagi anak buah kapal (ABK) sebagai akibat kapal tidak beroperasional.

Perancis salah satunya, dimana hasil tangkapan ikan turun hingga 50 % pada kuartal pertama  dibanding periode yang sama tahun lalu. Hal ini diakibatkan jumlah kapal penangkapan ikan Perancis yang melakukan penangkapan ikan di Laut Mediterania berkurang hingga 80 %.

Bagi wanita nelayan, penurunan hasil tangkapan mengakibatkan berkurangnya kegiatan pengolahan dan pemasaran ikan.  Disamping itu, wanita nelayan rentan terinfeksi Covid 19 karena karena berinteraksi langsung dengan konsumen (CFFA,2020).

Dampak Pandemi Covid 19 Terhadap Perdagangan Ikan

Sekitar 10 % populasi dunia bergantung pada bisnis perikanan yang sebagian besar adalah wanita. Ikan merupakan salah satu komoditas pangan yang penting dalam perdagangan internasional, setidaknya sekitar 38 % dari total ikan yang ditangkap nelayan beredar di pasar internasional.

Oleh karena itu, upaya perlindungan pemerintah dalam setiap tahapan rantai bisnis perikanan perlu segera dilakukan untuk mencegah terjadinya krisis pangan dan ekonomi perikanan secara keseluruhan.

Pada negara berkembang, bisnis perikanan dan mulitflier effect-nya turut berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dampak kebijakan lockdown di beberapa negara membuat industri makanan seperti restoran dan katering tidak beroperasional.

Dampaknya, permintaan ikan ekonomis tinggi seperti lobster, osyter, bluefin tuna dan mahi-mahi turun secara signifikan. Pembatalan pemintaan lobster akibat ditiadakannya perayaan tahun baru China di  awal tahun ini, membuat perikanan lobster Australia, Kenya, Selandia Baru, Inggris dan Amerika Serikat turut terpuruk.

Pengetatan mobilitas orang dan distribusi barang mengakibatkan terjadi kelangkaan stok dan meningkatnya biaya logistik produk perikanan. Perdagangan ikan segar, seperti tuna sangat terdampak akibat kondisi ini yang selama ini mengandalkan pengiriman melalui kargo pesawat komersil.

Namun demikian, permintaan ikan kaleng, ikan beku dan produk olahan perikanan meningkat secara signifikan. Permintaan ikan salmon beku dan bahan baku ikan kaleng seperti cakalang dan tuna mata besar tumbuh positif dibanding periode yang sama pada tahun 2019.

Pembatasan sosial yang mengakibatkan penutupan pasar lokal, supermaket membuat konsumen membatasi interaksi langsung dengan pedagang. Kondisi ini ikut mendorong pertumbuhan pemasaran langsung ke konsumen melalui platform online. Di Perancis terdapat Poiscaille, di Tiongkok berkembang melalui JD Fresh sedangkan di Indonesia pemasaran ikan tumbuh melalui banyak aplikasi startup seperti beliikan.di.

Pola pemasaran ikan online diperkirakan akan terus tumbuh kedepannya dan turut membantu pengembangan usaha perikanan. Sistem pemasaran ikan online diharapkan meningkatkan pendapatan nelayan karena dapat memperpendek rantai pemasaran ikan hingga ke konsumen. Sistem pemasaran ikan online secara tidaklangsung mendorong transparansi asal ikan (sistem ketelusuran) dan penanganan secara higienis pada seluruh tahapan rantai dingin perikanan.

Pasca Penetapan Lockdown di Beberapa Negara, Permintaan Ikan Kaleng dan Olahan Tumbuh Signifikan.
Protol Kesehatan Pencegahan Penularan Virus Covid 19 juga berlaku di Unit Pengolahan Ikan
Perdagangan dan Distribusi Tuna Segar antar Negara Cukup Terganggu Akibat Pembatasan Perdagangan Antar Negara dan Tidak Tersedianya Kargo Pesawat.
Produk Tuna Kaleng dan Olahan Indonesia, tumbuh signifikan hingga 22,6 % pada kuartal pertama 2020 di banding tahun sebelumnya.

Bagaimana Dengan Indonesia ?

Di tengah menurunya ekspor perikanan di banyak negara, ekspor perikanan Indonesia justru mengalami peningkatan pada kuartal pertama tahun 2020. Menurunnya ekspor Tiongkok menjadi peluang Indonesia meningkatkan ekspor ke negara yang selama ini bergantung  dari Tiongkok, seperti Uni Eropa dan Amerika Serikat.

Berdasarkan data yang direleas oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada kuartal pertama tahun 2020 nilai produksi perikanan sebesar 427,71 juta US Dollar atau  meningkat 2,9 % dibanding tahun 2019. Sedangkan  volume produksi 105,20 ribu ton atau meningkat hingga 14,89 %.

Ekspor perikanan indonesia pada kuartal pertama 2020 juga meningkat dibanding periode yang sama pada tahun 2019. Berdasarkan data yang disampaikanb oleh INFOFISH pada Webinar “Impact of Covid-19 on Fisheries and Aquaculture” yang ditaja oleh SEAFDEC pada 3 Juli 2020 bahwa ekspor perikanan Indonesia tetap tumbuh disaat pembatasan perdangan oleh banyak negara.

Volume ekspor perikanan Indonesia tumbuh 20,5 % dengan nilai tumbuh 12,4 %, angka ini paling tinggi pertumbuhannya dibanding negara ASEAN lainnya. Philipinna hanya tumbuh 6,92 % pada volume produksi sedangkabn nilai produksi turun menjadi – 2,269 %. Sedangkan Thailand juga mengalami kondisi yang sama dengan pertumbuh volume 1,27 % dan nilai produksi -8,95 %.

Kinerja ekspor produk tuna kaleng Indonesia juga menunjukan pertumbuhan positif. Data tersebut yang disampaikan oleh Fatima Ferdouse , seorang konsultan independent Perdagangan dan Pemasaran Ikan Internasional pada Webinar INFOFISH “Tuna Trade and Markets – Evolutions and Opportunities” pada 7 Agustus 2020.

Fatima Ferdouse menyanmpaikan bahwa volume ekspor Tuna Kaleng Indonesia mengalami peningkatan signifikan pada kuartal pertama tahun ini yakni 22,6 % dibanding periode yang sama tahun 2019. Pesaing Indonesia hanya Philipinna yang mengalami pertumbuhan sama dengan Indonesia, sedangkan Thailand tumbuh 4,6 %, Ekuador 7,5 %, dan Spanyol 0,2 %. Sedangkan China mengalami pertumbuhan negatif yakni – 23 %.

 

Penanganan Ikan Yang Baik Penting Untuk Menjaga Mutu Tuna Segar
Meskipun Bukan Sebagai Hewan Pengantar Virus Covid 19, Namun Kemasan Produk Perikanan Dapat Saja Terbawa Dari Pekerja Yang Terinfeksi Virus Covid 19

 

Pemerintah Indonesia Menerapkan Standar Mutu di Pelabuhan Perikanan Sehingga Tuna Indonesia Aman Untuk Di Kosumsi
Todak Tersedianya Kargo Pesawat Komersil Tujuan Internasional Pada Masa Pandemi Covid 19 telah Mengganggu Ekspor Tuna Segar.

Kebijakan Berbagai Negara

Berbagai negara telah menetapkan bantuan keuangan agar pelaku usaha perikanan dapat tetap bertahan dalam menjalankan bisnisnya, antara lain :

Komisi Uni Eropa, mengalokasikan bantuan sejumlah 1,4 Juta Euro melalui European Maritim and Fisheries Fund dalam bentuk kompesasi biaya transportasi pengiriman, pemgolahan dan cold stroge untuk komoditas salmon, throat dan shellfish hingga akhir tahun 2020. Disamnping itu juga memberikan bantuan keuangan untuk budidaya perikanan yang mengurangi produksi, menghentikan atau menangguhkan produksinya.

Inggris juga telah mengumumkan untuk mendistribusikan 10 Juta Poundsterling untuk membantu pelaku usaha penangkapan ikan dan budaya perikanan yang terdiri dari 9 Juta Poundsterling melallui Program Fisheries Response Fund (FRF) kepada 1.000 nelayan dan pembudidaya ikan. Sedangkan 1 Juta Poundsterling disalurkan melalui Program Domestic Seafood Supply Fund untuk mendukung keberlanjutan pedagang ikan lokal. 

Korea Selatan menyalirkan bantuan 3 Miliar Won Korea (KRW) atau sekitar USD 2,4 juta utuk memsubsidi suku bunga pimjam, sehingga pimjaman bagi rumah tangga perikanan yang kesulitan keuangan hanya dikenankan 1,3 %. Selain itu juga pemerintah Korea Selatan untuk menangguhkan tempo pembayaran pinjaman dan keringan pinjaman.

Indonesia pada sementer dua tahun 2020 akan meluncurkan bantuan  sebesar Rp.474,9 Miliar melalui kegiatan padat karya,  bentuk bantuan antara lain alat penangkapan ikan, pengolahan ikan, keramba, alat pakan, dan benih untuk pembudidaya ikan.

Selain dukungan keuangan, beberapa pemerintah juga mengeluarkan kebijakan untuk membangkitakan usaha perikanan seperti :

Dukungan kepada pelaku usaha untuk melalukan diversifikasi pasar, pengembangan pasar baru serta mendorong peningkatan kosumsi ikan masyarakat. Negara yang telah mengeluarkan kebijakan ini seperti Australi, Jepang, Inggris, Chile, China, Peru, Thailand dan Indonesia.

Untuk mengakselerasi eksport produk perikanan segar, Pemerintah Australia menfasilitasi ketersedian kargo pesawat komersil ke negara tujuan ekspor. Program ini dikemas melalui “The International Freight Assistance Mechanism”  yang bekerjasama dengan 15 Airlines yang beroperasional di Australia.

Selain itu Australia juga melakukan inovasi pelayanan ekspor perikanan dengan menerapkan digitalisasi seluruh sertifikat termasuk custom clearance  di pelabuhan ekspor, pelayanan dilakukan secara online 24 jam selama 7 hari dalam seminggu.

—————————

***Tulisan merujuk hasil penelitian dan rekomendasi kebijakan yang dipublikasi oleh Brief Policy of Food Agriculuturan Organization (FAO) : The Effect of COVID-19 on Fisheries and Aquaculture in Asia . Selanjutnya diperkaya dengan OECD Policy Response to Corona Virus (COVID-19) : Fisheries, Aquaculture and COVID-19 : Issues and Policy Responses.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here